Senin, 12 Juli 2010

eknologi mengubah air laut menjadi air tawar dalam waktu 5 menit

Alat Penyulingan Air Laut yang Mudah Dibawa-bawa Pada tanggal 22 Maret lalu, PBB memperingati ’Hari Air Internasional’, sambil mengeluarkan suatu laporan yang sangat mengejutkan. Menurut laporan yang disusun oleh UNDP, Program Lingkungan Hidup PBB, berjudul ’Air yang sedang sakit’, jumlah orang yang meninggal dunia akibat polusi air, setiap tahun, lebih banyak dari pada jumlah korban dalam perang atau aksi-aksi kekerasan. Sebagaimana kita ketahui, sekitar 2 miliar ton limbah air, termasuk bekas pupuk kimia, air buangan dan limbah industri, mengancam lingkungan hidup kita setiap hari dan menyebabkan terjangkitnya wabah penyakit di atas bumi ini. Adakah cara untuk menuntaskan masalah polusi air dan kekurangan air yang kini menjadi isu hangat bagi masyarakat internasional?


Alat penyulingan air laut untuk diminum
Dalam suasana seperti itu, satu tim riset Korea Selatan berhasil mengembangkan alat penyulingan air yang mudah dibawa-bawa, melalui sistem penyaringan zat-zat kotor termasuk mengubah air laut untuk diminum. Sebenarnya, pengembangan sistem tersebut bukan barang baru. Selama ini, sejumlah besar ilmuwan giat berusaha untuk memproduksi alat penyulingan air laut tipe baru. Saat ini, kita bisa mendapatkan sekitar 1 miliar 300 juta kilometer kubik air tawar dan air laut diatas bumi ini. Tetapi, kita hanya dapat memanfaatkan sebanyak 2,5 persen saja, atau sekitar 35 juta kilometer kubik dalam bentuk air tawar. Dengan kata lain, sebanyak 97 persen air yang ada dipermukaan bumi adalah air laut yang tidak dapat diminum. Masalah polusi air tawar yang semakin serius lebih memperparah kondisi kekurangan air saat ini. Sekarang sekitar 1 miliar 200 juta orang diseluruh dunia, atau 1 per 5 dari jumlah populasi dunia, menghadapi masalah kekurangan air. Dibeberapa negara, kekurangan air sering menimbulkan yang konflik serius.
Asal-usul istilah Inggris, ’rival’ yang berarti ”pesaing” berkaitan erat dengan makna bahasa Latin ’rivalis’, yang mengandung arti ’penduduk yang bergantung pada air’. Sebenarnya, sejak dahulu umat manusia sudah menganggap air sebagai sumber alam yang amat penting. Untuk memperoleh air minum dari air laut, sejumlah besar ilmuwan internasional mencurahkan usahanya untuk mengembangkan fasilitas penyulingan air melalui proses penguapan, penyaringan atau penghilangan zat-zat berbahaya. Tetapi, mereka sering menghadapi kendala, yakni ukuran fasilitas itu cukup besar dan tetap membutuhkan tenaga penggerak, listrik. Ditambah lagi, biaya pemasangan fasilitas itu cukup mahal termasuk biaya pembangunan infrastruktur terkait, sehingga alat tersebut hampir tidak mungkin digunakan negara-negara yang kurang mampu yang sudah lama kekurangan air. Baru-baru ini, satu tim riset gabungan Korea Selatan, profesor Han Jong Yoon dan profesor Kim Song Jae dari MIT Amerika Serikat serta profesor Kang Kwan Hyong dan pembantunya Ko Song Hee dari POSTECH Korea, berhasil mengembangkan alat penyulingan air yang mudah dibawa-bawa, secara efisien dan ekonomis.


Alat penyulingan air, seukuran sebuah tas
Teknologi penyulingan air laut yang dikembangkan oleh tim Korea tersebut, menerapkan metode penyaringan salinitas air laut dengan menggunakan sodium dan khlor. Apabila air laut melewati jaringan pemisah yang berbentuk saringan didalam alat itu, kekuatan transisi ion dapat memisahkan zat air salinitas dan zat air tawar, secara otomatis sambil menghemat penggunaan energi. Ukuran alat penyulingan air laut hanya sebesar sebuah tas kecil, dapat membuat 1 liter air tawar dari air laut dalam waktu 4 sampai 5 menit, dengan membutuhkan sedikit tenaga listrik. Wakil sekretaris jenderal PBB Achim Steiner meramalkan, apabila kita gagal untuk mengontrol limbah air, sejumlah besar umat manusia di atas bumi ini akan menderita berbagai kesengsaraan, terutama terjangkitnya wabah penyakit. Untuk itu, diperlukan usaha bersama untuk memelihara dan mengontrol sumber air bukan hanya air laut tapi juga air tawar sebaik-baiknya. Dengan demikian, alat penyulingan air laut yang dikembangkan oleh tim riset Korea Selatan kali ini, akan menjadi suatu jawaban tepat untuk memperingati ’Hari Air Internasional Tahun 2010’ ini.sumber:http://world.kbs.co.kr/indonesian/news/news_science_detail.htm?No=11378
You might also like:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails